Jumat, 11 Januari 2008

PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA 10 JUNI 2007 OLEH D'GREEN COMMUNITY

SEKILAS TENTANG HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA
Hari Lingkungan Hidup Sedunia (HLHS) pertama kali dicetuskan pada 1972, dimana seebelumnya (sekitar 1970) seorang senator Amerika Serikat Gaylord Nelson menyaksikan betapa kotor dan cemarnya bumi oleh ulah manusia, maka ia mengambil prakarsa bersama dengan LSM untuk mencurahkan satu hari bagi usaha penyelamatan bumi dari kerusakan. Kemudian, pada 22 April 1970 Nelson memproklamasikan Hari Bumi, sehingga tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Bumi (Earth Day).
Di Indonesia istilah Hari Bumi tidak begitu banyak diketahui oleh masyarakat bila dibandingkan dengan istilah Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Memang, secara prinsip tidak ada perbedaan antara Hari Bumi dan Hari Lingkungan, hanya saja sejarahnya yang berbeda.
Hari Bumi diprakarsai oleh masyarakat dan diperingati terutama oleh LSM maupun organisasi yang berorientasi kepada pelestarian lingkungan hidup. Sedangkan Hari Lingkungan didasarkan dari Konferensi PBB mengenai lingkungan hidup yang diselenggarakan pada 5 Juni 1972 di Stockholm. Sejak saat itulah, tanggal konferensi tersebut kemudian ditetapkan sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Tokoh Indonesia yang ikut terlibat dalam konferensi tersebut adalah Prof. Emil Salim yang pada saat itu juga menjabat sebagai Kepala Bappenas.
APA YANG MELATAR BELAKANGI D'GREEN COMMUNITY
MEMPERINGATI HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA PADA 10 JUNI 2007
Lingkungan hidup didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan segala benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (UU 23/1997). Dari definisi itu, secara eksplisit, dapat dinyatakan bahwa tingkat kelangsungan perikehidupan dan kesejahteran manusia ditentukan oleh kualitas lingkungan hidupnya.
Berkenaan dengan kualitas lingkungan hidup, di Indonesia khsusnya atau dalam skala lebih mikro lagi adalah di Kabupaten Bekasi masih merupakan salah satu permasalahan yang perlu mendapat perhatian dan penanganan serius berbagai pihak. Hal ini mengingat perubahan Kabupaten Bekasi menjadi salah satu sentra industri terbesar di Jawa Barat, berpotensi menimbulkan pencemaran baik pencemaran air, tanah, maupun udara.
Berkaitan dengan pencemaran udara, secara umum terdapat dua sumber pencemaran yaitu pencemaran akibat sumber alamiah (natural sources), seperti letusan gunung berapi, dan yang berasal dari kegiatan manusia (anthropogenic sources), seperti yang berasal dari emisi pabrik, dan lain-lain termasuk yang berasal dari aktivitas transportasi. Setidaknya dikenal 6 jenis pencemar udara utama di dunia yang berasal dari kegiatan manusia (anthropogenic sources), yaitu karbon monoksida (CO), oksida sulfur (SOx), oksida nitrogen (NOx), partikulat, hidrokarbon (HC), dan oksida fotokimia, termask ozon.
Di Indonesia, kurang lebih 70% pencemaran udara disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang dapat menimbulkan dampak negatif, baik terhadap kesehatan manusia maupun terhadap lingkungan, seperti timbal/timah hitam (Pb), suspended particulate matter (SPM), oksida nitrogen (NOx), hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), dan oksida fotokimia (Ox).
Kendaraan bermotor menyumbang hampir 100% timbal, 13-44% suspended particulate matter (SPM), 71-89% hidrokarbon, 34-73% NOx, dan hampir seluruh karbon monoksida (CO) ke udara terutama di Jakarta. Sumber utama debu berasal dari pembakaran sampah rumah tangga, di mana mencakup 41% dari sumber debu. Sektor industri merupakan sumber utama dari sulfur dioksida. Di tempat-tempat padat seperti di Jakarta konsentrasi timbal bisa 100 kali dari ambang batas.
Sementara itu, laju pertambahan kendaraan bermotor di Jakarta dan di daerah penyanggahnya termasuk Bekasi mencapai 15% per tahun sehingga pada tahun 2005 diperkirakan jumlah kendaraan bermotor di Jakarta dan sekitarnya mencapai 2,8 juta kendaraan. Seiring dengan laju pertambahan kendaraan bermotor, maka konsumsi bahan bakar juga akan mengalami peningkatan dan berujung pada bertambahnya jumlah pencemar yang dilepaskan ke udara.
Tahun 1999, konsumsi premium untuk transportasi mencapai 11.515.401 kilo liter [Statistik Perminyakan Indonesia, Laporan Tahunan 1999 Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi]. Dalam setiap liter premium yang diproduksi, terkandung timbal (Pb) sebesar 0,45 gram sehingga jumlah Pb yang terlepas ke udara total sebesar 5.181,930 ton. Dengan pertumbuhan penjualan mobil dan sepeda motor sebesar 300% dan 50% diperkirakan tahun 2001 polusi akibat timbal (Pb) meningkat.
Menurut penelitian Jakarta Urban Development Project, konsentrasi timbal di Jakarta akan mencapai 1,7-3,5 mikrogram/meter kubik (ìg/m3) pada tahun 2000, belum termasuk tambahan kendaraan yang masuk ke Jakarta yang berasal dari Bekasi dan lainnya. Menurut Bapedalda Bandung, konsentrasi hidrokarbon mencapai 4,57 ppm (baku mutu PP 41/1999: 0,24 ppm), NOx mencapai 0,076 ppm (baku mutu: 0,05 ppm), dan debu mencapai 172 mg/m3 (baku mutu: 150 mg/m3).
Pencemaran udara dapat berdampak buruk terhadap kesehatan. Berdasarkan studi Bank Dunia tahun 1994, pencemaran udara merupakan pembunuh kedua bagi anak balita di Jakarta, 14% bagi seluruh kematian balita seluruh Indonesia dan 6% bagi seluruh angka kematian penduduk Indonesia. Jakarta sendiri adalah kota dengan kualitas terburuk ketiga di dunia. Bisa jadi kondisi tersebut dapat bergeser ke daerah penyangganya termasuk Kabupaten Bekasi.
Dampak terhadap kesehatan yang disebabkan oleh pencemaran udara akan terakumulasi dari hari ke hari. Pemaparan dalam jangka waktu lama akan berakibat pada berbagai gangguan kesehatan, seperti bronchitis, emphysema, dan kanker paru-paru. Dampak kesehatan yang diakibatkan oleh pencemaran udara berbeda-beda antar individu. Populasi yang paling rentan adalah kelompok individu berusia lanjut dan balita. Menurut penelitian di Amerika Serikat, kelompok balita mempunyai kerentanan enam kali lebih besar dibandingkan orang dewasa. Kelompok balita lebih rentan karena mereka lebih aktif dan dengan demikian menghirup udara lebih banyak, sehingga mereka lebih banyak menghirup zat-zat pencemar.
Dampak dari timbal sendiri sangat mengerikan bagi manusia, utamanya bagi anak-anak. Di antaranya adalah mempengaruhi fungsi kognitif, kemampuan belajar, memendekkan tinggi badan, penurunan fungsi pendengaran, mempengaruhi perilaku dan intelejensia, merusak fungsi organ tubuh, seperti ginjal, sistem syaraf, dan reproduksi, meningkatkan tekanan darah dan mempengaruhi perkembangan otak. Dapat pula menimbulkan anemia dan bagi wanita hamil yang terpajan timbal akan mengenai anak yang disusuinya dan terakumulasi dalam ASI. Diperkirakan nilai sosial setiap tahun yang harus ditanggung akibat pencemaran timbal ini sebesar 106 juta Dollar USA atau sekitar 850 miliar rupiah.
Selanutnya, Apa yang Harus Dilakukan? Penanggulangan pencemaran udara tidak dapat dilakukan tanpa menanggulangi penyebabnya. Mempertimbangan sektor transportasi sebagai kontributor utama pencemaran udara, maka sektor ini harus mendapat perhatian utama. WALHI menyerukan kepada pemerintah untuk memperbaiki sistem transportasi yang ada saat ini, dengan sistem transportasi yang lebih ramah lingkungan dan terjangkau oleh publik. Prioritas utama harus diberikan pada sistem transportasi massal dan tidak berbasis kendaraan pribadi. WALHI juga menyerukan kepada pemerintah untuk segera memenuhi komitmennya untuk memberlakukan pemakaian bensin tanpa timbal. Di sektor industri, penegakan hukum harus dilaksanakan bagi industri pencemar.
Bagaimana dengan tanggung jawab tiap individu di masyarakat? Individu dalam masyarakat yang merasa iktut andil dalam menyumbang polutan udara harus pula mengambil peran dengan merawat kendaraan/alat transportasi yang dimilikinya agar emisinya senantiasa dalam batas yang aman. Hal ini antara lain dapat dilakukan dengan secara berkala melakukan uji emisi, untuk memantau kondisi gas buang yang keluar dari kendarannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka D'Green Community bermaksud menginisiasi kerjasama dengan berbagai pihak yang mempunyai kesamaan pandangan dan komitmen dalam menjaga kualitas lingkungan khususnya kualitas udara di Kabupaten Bekasi khususnya, melalui kegiatan Uji Emisi bagi pemilik kendaraan Toyota Se-Kecamatan Cibitung Kabupaten Bekasi, dan Penanaman 1000 Pohon Langka serta Pembuatan Taman Kota yang berlokasi di Desa Wanasari Kecamatan Cibitung Kabupaten Bekasi Jawa Barat.
TUJUAN KEGIATAN
Menggugah kepedulian manusia dan masyarakat pada lingkungan hidup
Mengkampanyekan upaya mengurangi polusi udara
Memberikan ketauladanan tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup
NETWORKING
Peringatan HLHS pada 2007 yang digagas oleh D'Green Community di dukung oleh berbagai pihak antara lain Camat Kecamatan Cibitung, Kepala Desa Wanasari, dan Beberapa Korporat seperti PT. Coca Cola; PT. Denso; PT Astra Auto 2000 serta warga masyarakat lainnya.
AREA PENGHIJAUAN
Lokasi penghijauan dilakukan di beberapa tempat antara lain di Perumahan Griya Yasa Cibitung, Perumahan Regensi Bekasi 1, Di Depan Kantor Desa Wanasari, Di Lokasi SD Fitrah Haniah dan TKIT Ulil Albab. Sedangkan pengembangan taman kota dilakukan di area Fasos dan Fasum Perumahan Regensi Bekasi 1.

Tidak ada komentar: